Motto

Jika anda jatuh cinta maka janganlah berusaha untuk menyakiti tapi berusahalah untuk bertahan di saat kita tersakiti
Diberdayakan oleh Blogger.

Inilah aku

Inilah aku

Cari Blog Ini

RSS

Pendidikan dan Islamisasi Kampus (Antara Kebebasan, Moralitas dan Jilbab)


Tuntutlah ilmu walaupun di negeri cina”, demikianlah satu dari pepatah arab yang menyerukan manusia dalam membekali dirinya dengan ilmu. Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia. Dengan pendidikan, seseorang akan sampai pada harapan dan impian yang membuatnya hidup untuk selamanya. Namun disisi lain, pendidikan pulalah yang mampu menghantarkan seseorang pada jebakan dunia yang mampu membuatnya jatuh dan terperangkap pada lubang yang Dalam yang tak satupun diantara ilmunya mampu menyelamatkannya. Keberadaan mahasiswa diarahkan pada perubahan pola pikir dan cara pandang yang luas dalam melihat realita kehidupan dalam konteks kekinian sehingga mereka diharapkan mampu melakukan pembacaan serta menentukan arah dan gerakan yang akan dibangun setelah itu. Hal ini tentunya membutuhkan bagaimana kemudian pendidikan mampu membangun cara berfikir dan menelaah setiap realitas yang Nampak. Itu bisa terjadi melalui cara dosen memberikan pelajaran kepada mahasiswanya. Inilah yang selama ini kurang dilirik dalam setiap pengambilan keputusan dalam menentukan kualifikasi dosen yang akan mengajar pada setiap kampus karena menurut saya selama ini dosen hanya mampu melakukan transfer ilmu tetapi dia tidak mampu melakukan transfer nilai. Bagaiamana mungkin seorang mahasiswa bisa menjadi orang disiplin dan beretika sementara osen pancasilanya saja sering terlambat dan menghukum dengan alasan malas masuk kuliah, diperparah lagoi oleh dosen yang terkadang tidak masuk dengan alasan yang sangat tidak rasional bagi seorang dosen yang mengaku sebagai kaum terdidik.
Hal demikian terkadang menginginkan kehidupan yang bebas dan tidak terkekang dengan berbagai aturan. Sampai-sampai karena kuatnya keinginan ini mereka tidak lagi mengindahkan norma-norma agama, sebab mereka menganggap agama sebagai belenggu semata. Meskipun faktanya, kebebasan yang tanpa batas mustahil terwujud di dunia ini. Karena perbuatan yang dilakukan oleh manusia sering dipengaruhi oleh dorongan hawa nafsu, sehingga ketika seseorang meninggalkan norma-norma agama otomatis dia akan terjerumus mengikuti aturan hawa nafsunya yang dikendalikan oleh setan, dan ini merupakan sumber malapetaka terbesar bagi dirinya. Karena hawa nafsu manusia selalu menggiring kepada keburukan dan kerusakan, sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya nafsu (manusia) itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku” (QS Yusuf:53)

Pendidikan dan Moralitas
Kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi manusia sepertinya belum bergeser hingga abad ini. Sebagai bukti kesadaran tersebut, dapat kita lihat dimana banyaknya siswa-siswi yang jatuh pingsan setelah mereka mendengar pengumuman dan dinyatakan bahwa dirinya tidak lulus ujian akhir, jatuhnya mereka dapat dipahami karena mereka tidak lagi memiliki kesempatan untuk menimbah ilmu pada jenjang yang lebih tinggi, harapan mereka untuk menyandang status mahasiswa pupuslah sudah.Mahasiswa yang merupakan gabungan dari dua kata yaitu maha dan siswa, maha dalam kamus bahasa indonesi berarti ter,lebih atau paling. Oleh karena itu, beruntunglah kita semua yang bias meraih status maha tersebut.
            Realitas kehidupan diera modern telah terjadi dikotomi antara pendidikan dan moralitas. Orang yang pendidikannya tinggi belum tentu mempunyai etika, akhlak dan moralitas yang baik. Malah banyak fakta di lapangan membuktikan betapa banyak orang yang berpendidikan tinggi memiliki kelakuan yang melanggar nilai-nilai kehidupan (agama dan moralitas). Artinya bahwa di era globalisasi ini, ilmu tak lagi mampu menghantarkan pada pemahaman agama dengan baik yang sdapat terwujud melalui terjaganya akhlak dan moralitas dalam kehidupan sehari-hari.
            Keterpisahan pendidikan dari agama tidak terlepas dari cara pandang kita dalam menentukan orientasi pendidikan. Dimana orientasi pendidikan telah diletakkan pada capital dan status. Orang berlomba-lomba menuntut ilmu setinggi-tingginya pada lembaga pendidikan formal yang ada sekalipun dengan cara KKN dengan harapan bahwa ia bias mengembalikan capital yang lebih banyak.
            Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian dan dijawab oleh orang-orang yang memiliki kesempatan mengenyam pendidikan lebih tinggi dengan mengembalikan agama sebagai orientasi pendidikan kita. Adapun capital dan status diletakkan sebagai efek yang dihasilkan dari orientasi tersebut. Dengan cara ini maka tidak ada lagi dikotomi antara pendidikan dan agama dan orang yang berijazah tinggi akan mempunyai etika dan moralitas yang baik pula dalam kesehariannya.

Proses Islamisasi kampus dengan Jilbab
Hal lain yang nampak adalah adanya upaya Islamisai kampus dengan menjadikan jilbab sebagai slogan keberislaman kampus tersebut. Bukan berarti saya mengajak kita untuk menolak atau mendukung program tersebut, menerima atau menolak, sepakat atau tidak, itu adalah pilihan anda secara personal, namun pilihan itu harus punya landasan yang rasional sebab kita adalah mahasiswa yang dianggap sebagai kaum terpelajar dan rasional. Setidaknya kita bersikap menerima atau menolak dengan landasan pemikiran yang filosofis yang dapat memperkuat pendirian dalam menguatkan diri serta meyakinkan orang lain.
Betulkah jilbab dapat dijadikan patokan sebagai kampus yang islami?. Inilah pertanyaan yangf muncul dengan kebijakan tyang sedikit memaksa menurut saya. Maka jangan mempertanyakan kepada mhasiswi yang berpakaian setengah badan masuk kampus alias mahasiswi yang berpakaian dan berjilbab modis yang tidaj mengandung spirit relijius dimana mereka berjilbab bukan karena keyakinan melainkan karena system yang mengikat dan sedikit memaksa. Saya bukanlah paranormal tetapi yakin saja jika mereka ditanya tentang kebijakan tersebut maka mereka akan menjawab untuk tidak setuju. Ini merupaka hokum kausalitas yang memang harus terjadi, munculnya ide dengan menjadikan jilbab sebagai lambing islamisasi kampus karena menjalarmnya dekadensi moral yang sudah semakin sulit untuk dipertanggungjawabkan.
Lalu bagaimana system pendidikan bias membangun cara berfikir yang bermoral?. Ini dapat terbangun dari bagaimana seorang dosen mengajar anak didiknya, inilah yang terkadang disepelekan dalam mengambil kebijakan dengan memakai jasa dosen yang tak jelas datangnya dari mana, tak jelas ideologinya, tak jelas tingkahnya yang tentunya akan berimplikasi pada cara pandang mahaiswa itu sendiri.
Dari sini kita bias lihat bahwa pendikan, islamisasi kampus haruslah diselaraskan dengan kebebasan dan moralitas dimana kebebasan adalah gambaran dari sebuah sikap dewasa yang sesungguhnya yang nantinya akan bermuara pada perbaikan system dan niali budaya yang menjunjung tinggi nilai- nilai moralitas. Sehingga apa yang dikatakan dalam Al-qur’an “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS al-Ahzaab:59) dijadikan sebagai landasan para pejilbab dalam memakainya bukan karena sistemnya.
Billahi Fiisabilil haq, fastabiqul khaerat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

3 komentar:

aida_radar mengatakan...

Menyimak...
(Tawwa... ada yang punya blog baru) :)

Aspilayani Nany mengatakan...

hmmmm.. blog baru

Unknown mengatakan...

wah... keren kanda.... ajari donk,,,

Posting Komentar